berita

Minggu, 30 Januari 2011

Jangan Biarkan Kerinci Tereksploitasi


“Tinjauan Wacana Eksploitasi Pertambangan Emas di Kerinci”

Kami masih ingin menikmati Gunung, Bukit, Danau, Air Terjun, Sungai, dan hamparan kebun teh yang indah. Bukan kepulan asap tambang

Oleh: Dony Yusra Pebrianto, SH

Sakti Alam Kerinci selain terkenal dengan Panorama dan kesaktiannya ternyata membenarkan panggilan “kayo” kepada orang kerinci. Dalam beberapa pekan ini ramai pemberitaan di media massa yang memberitakan tentang penemuan beberapa sumber emas yang belum terjamah di alam sakti ini, bahkan di bawah air terjun telun berasap terdapat goa yang menyimpan banyak kandungan emas.

Sebenarnya penemuan sumber emas di kabupaten kerinci bukan baru ini saja, kira-kira 90 tahun yang lalu yakni pada tahun 1917 De Jongh (tidak diketahui riwayatnya) melaporkan tentang keberadaan emas di sungai penuh. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1987 PT gunung lumut mineral menemukan logam mulia dan logam dasar melalui enomali geokimia. Dilanjutkan dengan tahun 1993 Crow MJ menemukan potensi emas di aliran Sungai Penuh dan Siulak Deras. Da kemudian pada tahun 1996 sampai tahun 2000 PT IGOLD (Anak perusahaan PT INCO dari Kanada) melakukan eksplorasi emas di siulak deras dan Sungai Betung Mudik.

Keberadaan sumber emas tersebut memang wajar, mengingat Kabupaten Kerinci terletak di jalur patahan dan endapan magmatik yang berpotensi mengandung bahan tambang logam mulia (emas).

Ternyata pihak asing sudah dari dulu melakukan eksplorasi di kabupaten kerinci,seperti yang dilansir Tribun Jambi bahwa menurut penuturan Kabid ESDM Sufradinata didampingi Kasi Pertambangan M. Nuh yang mengatakan bahwa investor sering datang dan berminat untuk menanamkan modal di bidang pertambangan di kabupaten kerinci.

Namun yang ditakutkan adalah terjadinya eksploitasi alam yang tentunya merugikan alam dan rakyat setempat seperti yang pernah dialami masyarakat di sekitar PT Freeport. Secara hukum melalui UU No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, pada Pasal 2 UU ini disebutkan bahwa Pertambangan Mineral dan/ Atau Batubara dikelola berdasarkan:

a. Manfaat, Keadilan, dan Keseimbangan

b. Keberpihakan dan kepentingan bangsa

c. Partisipatif, Transparansi dan Akuntabilitas

d. Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan

Masyarakat setempat yakni masyarakat kerinci tentunya harus dapat menikmati hasil dari eksploitasi ini, setidaknya sebagai wadah penyerapan tenaga kerja dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran khususnya di kabupaten kerinci. Namun selama ini dibeberapa wilayah eksploitasi rata-rata penduduk diserap sebagai buruh kasar yang hanya menerima pendapatan sebanyak UMR (upah minimum rata-rata). Seperti yang pernah terjadi di PN. Timah di belitong (sekarang provinsi Bangka Belitung) yang akhirnya bangkrut. PN Timah mempekerjakan masyarakat setempat sebagai buruh kasar yang tentunya tertindas secara ekonomi dan sosial. Maaf, masyarakat kerinci terlalu cerdas untuk diperlakukan seperti itu. Kerinci masih memiliki SDM yang berkompeten untuk mengolah SDAnya sendiri, tentunya dengan dukungan segenap aspek terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh yang secara geografis dan sosial merupakan bagian dari wilayah sakti alam kerinci.

Selain itu, keberpihakan kepentingan kepada kepentingan investor bukan lagi rahasia umum. Tapi menjadi keterbukaan umum. Betapa tidak, pemerintah mati-matian menarik investor untuk beramai-ramai menanamkan modalnya untuk berinvestasi di Indonesia. Hutan dibabat, sungai dan danau dicemari, ikan-ikan mati, penduduk terkena penyakit gangguan pernapasan. Apakah ini yang diinginkan pemerintah?. Apakah dengan eksploitasi merupakan jalan satu-satunya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat?. Agaknya tidak. Masyarakat hawai bisa makmur tanpa perlu mengeksploitasi hutan, laut dan sungai dengan bermacam rencana program pertambangan. Begitu juga bali yang notabene masyarakatnya bi memanfaatkan alam tanpa perlu memperkosa alam. Begitu juga kerinci. Dengan panorama yang indah, masyarakat yang ramah tamah, agaknya terlalu parah untuk dijamah. Panorama kerinci tidak kalah dengan kepulauan hawai, dan tidak kalah flamboyan dari pulau dewata bali. Kerinci hanya kalah akses. Jalan bak jalan di padang kerikil, fasilitas penunjang pariwisata bak sarana pemukiman kumuh. Yang perlu dilakukan bukan lah eksploitasi dengan menggali, ataupun mencemari. Tapi kerinci memiliki potensi yang teramat indah untuk dieksploitasi harta keindahannya. Gunung kerinci yang tinggi menjulang, danau kerinci danau gunung tujuh, danau lingkat dan danau kaca yang menawan, air terjun telun berasap dan pancaro rayo yang memikat, Air panas yang mempesona, hingga bukit kayangan yang indah bak bidadari agaknya lebih memiliki nilai prestisius ketimbang menjual kandungan alam kepada investor asing dengan dalih masyarakat dan daerah kebagian. Tapi berapa persen?. Namun dengan alam masyarakat kerinci yakin bisa menjadi sejahtera dengan perbaikan infrastruktur serta sarana dan prasarana.

Bukan berarti masyarakat kerinci menolak investasi, bukan pula tinggi hati. Tapi masyarakat kerinci memiliki harga diri, dan terlalu cerdas untuk dieksploitasi, dengan pihak asing yang berdalih investasi. Tapi masyarakat mencintai alam sakti, bumi yang sejuk dan asri, bak bumi para malaikat dan bidadari, sekepal tanah surge yang tercampak ke bumi. MASYARAKAT KERINCI TOLAK EKSPLOITASI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar